Rabu, 20 April 2011

Menekar Idealisme Pemimpin

Begitu banyak konsep kepemimpinan yang sudah dirumuskan dan dikaji oleh para ahli. 
Pada akhirnya, kepemimpinan Ideal adalah perpaduan antara Integritas dan Kapabilitas yang teruji.

Sebuah buku bertajuk "Esensi Kepemim¬pinan, Mewujudkan Visi Menjadi Aksi" ditulis Erry Riyana Hardjapamekas, seorang menajer handal yang berhasil mengungkit kembali reputasi PT Timah Tbk yang sebelumnya mulai surut. Buku ini merupakan kumpulan pesan harian yang is beri nama "Mes¬sage of The Day" (MOTD). Menariknya, pesan ini disampaikan melalui mailing list yang menghubungkan dirinya dengan seluruh karyawan terkait. Berbagai masalah didiskusikan secara sehat dan terbuka tanpa memandang status dan jabatan. Hal ini dimungkinkan terjadi, karena masing-masing pihak mempunyai niat baik memajukan perusahaan. Pesan-pesan bijak, tajam dan bernas, yang dikutip baik dari buku atau pemikiran penulisnya sendiri, terbukti mampu memotivasi karyawan untuk terns bekerja melibas semua tantangan yang menghadang.
Fragmen di atas menjelaskan pada kita se¬buah esensi penting da¬lam proses kepemimpin¬an: komunikasi. Sebagai sebuah proses tukar me¬nukar informasi antara pimpinan dan bawahan¬nya, komunikasi dapat dilakukan dengan bera¬gam cara dan sarana. Ko¬munikasi menjadi pen¬ting, mengingat berbagai kebuntuan manajemen di lapangan apapun, sering disebabkan oleh kema¬cetan komunikasi dalam bentuk salah paham dan fitnah yang ditingkahi oleh kepentingan pihak-pihak tertentu. Jauh hari, Allah sudah mengingatkan, "Hai orang-orang ber¬iman, jika datang padamu orang fasik yang membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menye¬sal atas perbuatanmu itu," (QS al-Hujurat:6).
Bukan berarti komunikasi tidak ada. Hanya yang sering terjadi, komunikasi berlangsung secara tidak sehat. Pola represif, arogan dan mau menang sendiri, adalah sikap-sikap tidak sehat yang biasa muncul di kalangan pimpinan. Boleh jadi, hal ini dilatari oleh pemahaman dan budaya bahwa kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin membolehkan dirinya melakukan tindakan-tindakan bertentangan dengan nurani yang sehat. Sebaliknya, sikap tidak mau diatur, membangkang, menghujat dan enggan melak¬sanakan kewajibannya dengan baik biasa mun¬cul dari kalangan bawahan atau rakyat.
Masing-masing pihak barangkali boleh berdalih dan mencari kambing hitam, atau bah¬kan menyalahkan sistem yang tengah berlaku. Cuma patut diingat, sejatinya sebuah sistem dibentuk oleh pelaku sistem itu sendiri. Urutan kebiasaan yang berlaku secara bake dalam sebuah masyarakat itulah yang dinamakan sistem. Karenanya, perubahan menjadi mungkin terjadi jika masing-masing anggota melakukan perubahan, sekecil apapun perubahan itu.
Sebagai langkah awal, pemahaman tentang kriteria pemimpin yang baik perlu ditanamkan dan ditradisikan. Beberapa kriteria tersebut adalah; pertama, beriman. Nilai-nilai luhur kepemimpinan yang diajarkan Islam hanya dapat dilaksanakan secara maksimal jika pelakunya seorang mukmin. Sebab, ia melaksanakannya dengan hati dan jiwanya, bukan semata karena dorongan akal sehatnya. Ada kesadaran dalam diri setiap mukmin bahwa kebaikan yang dilakukan akan mendapat pahala, sedang keburukan yang diperbuat berakibat siksa.
Kedua, memiliki keahlian. Kemampuan dan keahlian (kapabilitas) merupakan syarat mutlak dalam meletakkan amanah di pundak sese¬orang. Seperti disebutkan dalam teori mene¬jemen, 'The right man on the right place" (orang yang tepat di tempat yang benar). Rusaknya sebuah sistem dan organisasi juga banyak diakibatkan oleh penempatan tugas dan amanah secara asal-asalan, yang seringkali dilatari oleh kepentingan dan subyektifitas. Lebih dari empat betas abad silam, Islam sudah mengajarkan profesionalisme lewat pesan Rasulullah saw, "Jika urusan itu diserahkan pada orang yang bu¬kan ahlinya, maka tunggulah masa kehancuran¬nya," (HR Muslim).
Ketiga, diterima masyarakat (akseptabel). Keahlian yang teruji dipadu dengan integritas pribadi yang terpuji membuat seorang pemimpin mudah diterima oleh masyarakat. Bukan berarti hat ini mampu menepis munculnya segala macam bentuk penentangan dan fitnah. Cuma, semua itu tak akan berpengaruh apa-apa di hadapan perilaku dan praktik terpuji yang disaksikan masyarakat. "Sebaik-baik pemim¬pinmu ialah orang yang kamu cintai dan men¬cintaimu, yang mendoakan kamu dan kamu mendoakannya," (HR Muslim).
Keempat, tidak arogan, otoriter dan berse¬dia menerima koreksi. Pemimpin yang baik juga memiliki karakter bersahaja, tidak arogan atau otoriter serta selalu siap menerima koreksi. Umar bin Khatthab pernah berseru, "Siapa di antaramu yang melihat kebengkokanku, hen¬daklah ia meluruskanku!" Umar paham betel bahwa kritikan yang ditujukan padanya, baik disampaikan dengan lemah lembut ataupun kasar, pada hakikatnya membantu dirinya mem¬perbaiki kesalahan-kesalahan.
Kelima, berkualitas dari segi fisik, mental dan intelektual. Kematangan dalam segi-segi ini sangat membantu seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas. Pengetahuan dan wa¬wasan yang lugs, mental yang baik dan fisik yang sehat sangat bermanfaat dalam memecahkan berbagai persoalan yang menghadang atau melakukan terobosan-terobosan penting bagi keberhasilan tugas seorang pemimpin. Islam sangat menggesa setiap muslim untuk memiliki tiga jenis kekuatan ini. "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, masing-masing mem¬punyai kebaikan," (HR Muslim).
Keenam, mengupayakan terwujudnya kemaslahatan umat. Segi inilah yang banyak diabaikan oleh pemimpin umat scat ini. Orientasi kepemimpinan yang semestinya ditujukan pada kemaslahatan umat berubah ke arah kepentingan dan kekuasaan. Padahal, Rasul saw sudah memberi peringatan keras, "Siapa yang memimpin dan ia tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia tidak termasuk dalam golongan mereka," (HR Bukhari Muslim).
Dalam kenyataannya, kepemimpinan seseorang memang tak bisa membuat semua orang lega. Walau demikian, seorang pemimpin yang memiliki program yang benar dan sudah dimusyawarahkan dengan penasihat-penasihat yang berpengalaman, tak boleh mundur dan patah semangat. Tentu saja, ia juga hares memiliki tim kerja yang mumpuni yang sanggup menerjemahkan visi menjadi bukti. Agar tak sekadar janji-janji yang seringkali tanpa bukti.
Oleh : M. Nurkholis Ridwan
Sabili No. 03 TH.X 22 Agustus 2002 13 Jumadil Akhir 1423